بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ
“Fi bangun Fi…Ayo
kuliah.. sudah jam berapa ini?”
Kupanggil Fia dari tidur lelapnya, namun
tak bergerak. Kulihat jam di tangan sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB, itu
artinya setengah jam lagi matakuliah pertama dimulai. Ku guncang-guncang
tubuhnya namun ia juga tak beranjak dari tempat tidurnya. Bahkan membuka
matapun belum. Ku ambil secangkir air kemudian ku percikkan ke wajahnya,
barulah ia beranjak bangun sambil mengucek-ngucek kedua matanya.
“Sebentar ya Rin aku mandi dulu”
“telat fi, ga ada
waktu lagi buat mandi, kamu tau kan siapa dosen kita hari ini. Tiada ampun bagi mahasiswa yang telat”
ku sodorkan moutwash dan gamis beseta jilbab agar ia kenakan. “jangan lama-lama makenya”. Sementara
Fia berganti baju, aku menyiapkan tas yang akan di bawa Fia ke kampus.
Pukul 08.00
kurang 5 menit, kami melaju dengan cepat dengan motor matic kesayanganku, jarak
kampus dari rumah Fia lumayan dekat Cuma butuh waktu selama 2 menit. Kebetulan
hari ini ruang kuliah ada di lantai 3 ya karena bangunan lama jadi belum
tersedia lift di bangunan tersebut. itu artinya kami harus melewati 3 tangga
yang cukup membakar lemak. Masuk ke ruang kelas tepat pukul 08.00 dan
sang dosen sudah siap-siap menutup pintu.
Pelajaran di mulai dengan berdo’a setelah
itu baru dipresensi satu persatu. Entah mengapa hanya dosen ini yang memanggil
satu-persatu mahasiswanya setiap hari. Padahal yang lainnya enggak. Sampai pada
giliran ‘Afia Cahya Zakiyyah…. Sang dosen mengulang-ulang nama tersebut dan
hampir ditulis Alpha. Aku lempar kertas yang kebetulan aku pegang dan
membuyarkan dari lamunannya. “Ha……dir bu” jawab Fia.
Seusai kuliah
kami pergi ke kantin untuk makan. Kami duduk di meja nomer 3, konon tempat ini
menjadi tempat Favorite bagi para mahasiswa karena ketika kita memandang
keluar bisa melihat langsung gunung
berapi serta waduk yang belum lama ini
dibangun. Indah bukan? Apalagi kalau malam, bisa melihat gemerlap bintang.
“Fia”… aku
memulai percakapan. “aku rindu”
“iya Rin, Rindu siapa? Adakah seseorang
di hatimu?”…
“aku Rindu Fia
yang dulu, Fia yang selalu ceria, Fia yang selalu tersenyum, Fia yang selalu
berapi-api untuk mengejar mimpi-mimpinya”
Fia menyeruput seteguk kopi hangat dan
berkata
“impian terbesarku telah pupus Rin, kau
tau bagaimana rasanya di dalam sini, apalagi tahu bahwa ia esok akan
melangsungkan pernikahan dengan orang pilihan ibunya..”
Kulihat mata Fia mulai berkaca-kaca.
“Fi satu tahun
sudah berlalu, bukankah itu adalah waktu yang lama? Bukankan kau telah
melupakannya?” kulihat beberapa bulir air mulai jatuh di pipi chubby
nya.
“Satu tahun memang waktu yang lama Rin
bagimu. Namun bagiku tidak, satu tahun itu sangat cepat. Aku kira dia akan
tetap setia di tampatnya, aku kira ia bakal menungguku, aku kira….”
“Fi inget, hati
mudah bolak balik. jikalau hatimu tidak, tapi Allah telah mebalikkan hatinya.
Fi, Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya, Allah tidak pernah
dzolim terhadap hambanya, melalui ujian ini Allah menguatkan hatimu. Allah
sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih baik darinya”
“Aku berharap bahwa nama ku yang tertulis
di undangan itu bukan sebagai tamu undangan, aku terlalu berharap Rin, harapan
yang terlalu tinggi hingga akhirnya aku jatuh tersungkur oleh sebab harapan
tersebut.” Bulir-bulir air mata fia kian deras.
Musik dari kantin menambah suasana
menjadi kelabu….
Kesunyian ini
Lirih ku bernyanyi
Lagu indah untukmu
Aku bernyanyi……
Engkaulah cintaku cinta dalam hidupku
Bersama rembulan
Aku menangis……Mengenangmu….
Sgala tentangmu
Ku memanggilmu dalam hati lirih.
Kubawa Fia ke suatu tempat yang lumayan
jauh dari bisingnya kota.
“mau kau bawa ke mana aku Rin?”
“aku bawa kau ke
tempat untuk mengubur segala kenangan tentangnya. Kamu masih punya kehidupan.
Kamu harus berjuang untuk hidupmu”
Fia memelukku dan berbisik “makasih ya
Rin”
Sesampainya di tempat tujuan
“Rin tempat apa ini, maasyaallah sungguh
indah. Aku mendadak lupa, lupa pada apa yang telah terjadi pada diriku. Aku seperti
punya hidup yang baru. rasanya ingin tinggal di sini selamanya….:
“Fi kamu harus
janji sama dirimu sendiri. Kamu harus ikhlas menerima takdir Allah. Mulai sekarang
kamu tulis impian-impianmu dan wujudkan dengan semangat baru”
Kuberikan selembar kertas agar Fia menuliskannya segala mimpinya.
Bersambung……………..