PENGETAHUAN TENTANG GAYA BAHASA MENURUT KERAF

13.29.00

ﺑﺴﻢﷲﺍﻠﺮﺤﻤﻦﺍﻠﺮﺤﻴﻢ

1. Sendi Gaya Bahasa

Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga sendi berikut:

1.1 Kejujuran

Kejujuran dalam bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu, ia harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.

1.2 Sopan-santun

Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui ”kejelasan” dan ”kesingkatan”. Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan. ”Kejelasan” dengan demikian akan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu:



a. kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;
b. kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata-kata atau kalimat tadi;
c. kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;
d. kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan.

”Kesingkatan” dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang bersinonim secara longgar, menghindari tautologi; atau mengadakan repetisi yang tidak perlu.

Di antara ”kejelasan” dan ”kesingkatan” sebagai ukuran sopan-santun, syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.

1.3 Menarik

Sebuah gaya bahasa yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).

Penggunaan variasi akan menghindari monotoni dalam nada, struktur, dan pilihan kata. Humor yang sehat berarti gaya bahasa itu mengandung tenaga untuk menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan daya khayal adalah pembawaan yang berangsur-angsur dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman.

2. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Keraf mengelempokkan jenis-jenis gaya bahasa dalam dua segi, yaitu:

2.1 Segi Nonbahasa

Pengikut Aristoteles menerima style sebagai hasil dari bermacam-macam unsur. Pada dasarnya style dapat dibagi atas tujuh pokok sebagai berikut:

2.1.1 Berdasarkan Pengarang: gaya yang disebut sesuai dengan nama pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang atau penulis dalam karangannya. Pengarang yang kuat dapat mempengaruhi orang-orang sejamannya, atau pengikut-pengikutnya, sehingga dapat membentuk sebuah aliran. Kita mengenal gaya Chairil, gaya Takdir, dan sebagainya.

2.1.2 Berdasarkan Masa: gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Misalnya ada gaya lama, gaya klasik, gaya sastra modern, dan sebagainya.

2.1.3 Berdasarkan Medium: yang dimaksud dengan medium adalah bahasa dalam arti alat komunikasi. Karena tiap bahasa, struktur dan situasi sosial pemakainya memiliki corak tersendiri. Sebuah karya yang ditulis dalam bahasa Jerman akan memiliki gaya yang berlainan, bila ditulis dalam bahasa Indonesia, Prancis, atau Jepang. Dengan demikian kita mengenal gaya Jerman, Inggris, Prancis, Indonesia, dan sebagainya.

2.1.4 Berdasarkan Subyek: subyek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan. Berdasarkan hal ini kita mengenal gaya filsafat, ilmiah, (hukum, teknik, sastra, dsb), populer, didaktik, dan sebagainya.

2.1.5 Berdasarkan Tempat: gaya ini mendapatkan namanya dari lokasi geografis, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya. Ada gaya Jakarta, gaya Jogya, gaya Medan, dan sebagainya.

2.1.6 Berdasarkan Hadirin: seperti halnya dengan subyek, maka hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang. Ada gaya populer atau gaya demagog yang cocok untuk rakyat banyak. Ada gaya sopan yang cocok untuk lingkungan istana atau lingkungan yang terhormat. Ada pula gaya intim (familiar) yang cocok untuk lingkungan keluarga atau untuk orang yang akrab.

2.1.7 Berdasarkan Tujuan: gaya yang berdasarkan pada maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang. Ada gaya sentimental, gaya sarkastik, gaya diplomatis, gaya agung atau luhur, gaya teknis atau informasional, dan ada gaya humor.

2.2 Segi Bahasa

Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan, yaitu:

2.2.1 Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan: gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan.

2.2.1.1 Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Misalnya: amanat kepresidenan, berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, artikel-artikel yang serius, atau esei yang memuat subyek-subyek yang penting, semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.

Contoh gaya bahasa resmi:

Bahwa sesunguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah yang mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan yang mahaesa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.2.1.2 Gaya Bahasa tak Resmi

Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum terpelajar. Misalnya: editorial, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan, dalam perkuliahan, kolumnis, karya-karya tulis, dan sebagainya.

Contoh gaya bahasa tak resmi:

Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928 adalah peristiwa nasional, yang mengandung benih nasionalisme. Sumpah Pemuda dicetuskan pada zaman penjajahan. Nasionalisme pada zaman penjajahan mempunyai watak khusus yakni anti penjajahan. Peringatan kepada Sumpah Pemuda sewajarnya berupa usaha merealisasikan gagasan-gagasan Sumpah Pemuda.

Generasi tahun 1948 adalah generasi pencetus Sumpah Pemuda yang berjuang demi keinginan bernegara. Generasi tahun 1945 berjuang untuk melaksanakan gagasan kemerdekaan. Generasi tahun 1966 adalah generasi pembina dan pengembang nilai-nilai nasional.

2.2.1.3 Gaya Bahasa Percakapan

Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan.

Contoh gaya bahasa percakapan yang diambil dari suatu diskusi yang direkam dengan alat perekam dalam seminar bahasa Indonesia tahun 1966 di Jakarta:

Pertanyaan yang pertama, di sini memang sengaja saya tidak membedakan antara istilah jenis kata atau word classes atau part of speech. Jadi ketiganya saya artikan sama di sini. Maksud saya ialah kelas-kelas kata, jadi penggolongan kata, dan hal itu bergantung kepada dari mana kita melihat dan dasar apa yang kita pakai untuk menggolongkan.

2.2.2 Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dari pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan. Gaya bahasa dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana , dibagi atas:

2.2.2.1 Gaya Sederhana

Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya. Maka, gaya ini cocok pula digunakan untuk menyampaikan fakta atau pembuktian-pembuktian.

2.2.2.2 Gaya Mulia dan Bertenaga

2.2.2.3 Gaya Menengah

Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan energi, dan biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. Nada yang agung dan mulia akan sanggup pula menggerakkan emosi setiap pendengar. Misalnya: khotbah tentang kemanusiaan dan keagamaan, kesusilaan, dan Ketuhanan.

2.2.2.4 Gaya Menengah

Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai, maka nadanya juga bersifat lemah lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang sehat. Misalnya: pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, dan rekreasi.

Jadi dalam sebuah pidato atau tulisan, seorang pembicara atau penulis dapat mempergunakan bermacam-macam cara. Pada suatu kesempatan ia berusaha untuk mengobar-ngobarkan emosi dengan mempergunakan kata-kata yang bertenaga, tetapi pada kesempatan lain ia berbicara dengan lemah-lembut. Pada suatu bagian dari pidato atau tulisannya ia berbicara dengan gaya sederhana agar jelas persoalan yang dikemukakannya, namun di bagian lain ia berusaha untuk menyentuh emosi pembaca atau pendengar melalui nada yang agung dan mulia.

2.2.3 Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat

Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, bila bagian yang terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat yang bersifat kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal kalimat. Dan jenis yang ketiga adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat. Gaya bahasa yang termasuk ke dalam kategori ini, anatara lain: klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, repetisi (epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, anadiplosis).

2.2.4 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksudkan di sini.

Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut sebagai trope atau figure of speech, yaitu suatu penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif dari bahasa biasa, entah dalam (1) ejaan, (2) pembentukkan kata, (3) konstruksi (kalimat, klausa, frasa), atau (4) aplikasi sebuah istilah, untuk memperoleh kejelasan, penekanan, hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain. Dengan demikian trope atau figure of speech memiliki bemacam-macam fungsi: menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna (trope atau figure of speech) dibagi atas dua kelompok, yaitu:

2.2.5.1 Gaya bahasa retoris, yaitu gaya bahasa yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Yang termasuk ke dalam gaya bahasa ini, antara lain: aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron proteron, pleonasme, tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis, zeugma, koreksio atau epanortesis, hiperbol, paradoks, oksimoron.

2.2.5.2 Gaya bahasa kiasan, yaitu gaya bahasa yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna, yang termasuk ke dalam gaya bahasa ini, antara lain: persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, fabel, personifikasi atau prosopopoeia, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, pun atau paronomasia.

You Might Also Like

0 komentar

teman

QUOTE OF THE DAY

Jatuh untuk bangkit