Sumpah pocong, Hukum menggambar Makhluq yang bernyawa, Memakai bross dan Musik Menurut Islam

04.42.00

ﺑﺴﻢﷲﺍﻠﺮﺤﻤﻦﺍﻠﺮﺤﻴﻢ
















A.   
Sumpah
Pocong
Pertama,
Islam tidak mengenal adanya sumpah pocong, hal ini menunjukkan bahwa sumpah
pocong bukan berasal dari Islam.
Kedua,
didapatinya sebagian orang Islam yang melakukannya ini bukanlah dalil/ukuran
dalam menilai suatu kebenaran, barometer kebenaran itu hanyalah Al Kitab dan As
Sunnah.
Ketiga,
masalah sumpah itu sendiri sebenarnya ada dalam Islam, di mana kita tidak boleh
bersumpah kecuali atas nama Allah. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Barangsiapa
bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kufur atau syirik. ” (HR Tirmidzi
dari Umar ibnu Khattab)
Dalam
hadits lain disebutkan bahwa orang-orang Yahudi mendatangi Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Sesungguhnya
kalian telah berbuat syirik, kalian mengatakan, ‘Atas kehendak Allah dan
kehendakku’ dan kalian mengatakan, ‘Demi Ka’bah’…” (HR. Nasa`i dari Qutailah)
Ditulis
oleh: Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsary.

B.    
Hukum
Memakai Bross Bergambar Makhluk yang Bernyawa
Menurut saya, hukum memakai bross bergambar makhluk
hidup itu sama seperti hukum menggambar makhluk yang bernyawa.
C.   
Hukum
Menggambar Mahluk yang Bernyawa
Pada dasarnya para ‘ulama sepakat bahwa hukum menggambar
makhluk bernyawa adalah haram. Banyak riwayat yang menuturkan tentang larangan
menggambar makhluk bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum
menggambar makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan
adalah mubah.
Berikut ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang
melarang kaum muslim menggambar makhluk bernyawa.
Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa
menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan
diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan
dia tidak kuasa untuk meniupklannya.’
” [HR. Bukhari].
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia
yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar
gambar-gambar yang bernyawa.
” (lihat Sayyid
Sabiq,
Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).
Diriwayatkan oleh Imam
Muslim
, bahwa seorang laki-laki dateng kepada Ibnu ‘Abbas, lalu
katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku
menyukainya.
” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah
kepadaku
”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu
‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya.
Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut
dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku
pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan
dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa,
lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’
” Ibnu ‘Abbas
berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon
dan apa yang tidak bernyawa.
” [HR. Muslim].
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat
jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke
Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia
menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan
tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?
’ Seorang laki-laki berkata,
Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa
takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata,
‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan,
tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali
aku lumuri
’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat
sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad Saw.
’” [HR. Ahmad dengan isnad hasan].
Larangan menggambar gambar di sini mencakup semua gambar
yang bernyawa, baik gambar itu timbul maupun tidak, sempurna atau tidak, dan
distilir maupun tidak. Seluruh gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik
lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, distilir (digayakan),
maupun dalam bentuk karikatur adalah haram. Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani
 dalam
kitab al-Syakhshiyyah
al-Islamiyyah
, juz 2, menyatakan, bahwa gambar yang dimaksud di dalam
riwayat-riwayat di atas adalah semua gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa,
baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, maupun distilir atau
tidak. Semuanya terkena larangan hadits-hadits di atas (Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani,
 al-Syakhshiyyah
al-Islamiyyah
, juz 2, bab Tashwiir).
Larangan yang terkandung di dalam nash-nash di atas juga
tidak mengandung ‘illat.
Larangan menggambar makhluk bernyawa bukan karena alasan gambar itu sempurna
atau tidak. Larangan itu juga tidak berhubungan dengan apakah gambar tersebut
mungkin bisa hidup atau tidak, distilir maupun tidak. Semua gambar makhluk
hidup walaupun tidak lengkap hukumnya tetap haram.
Walhasil, gambar manusia dalam bentuk karikatur, komik,
maupun batik yang distilir adalah haram, tanpa ada keraguan sedikitpun. Semua
gambar makhluk bernyawa baik digambar secara gaya natural, surealik, kubik,
maupun gaya-gaya yang lain adalah haram. Demikian juga, gambar potongan kepala,
tangan manusia, sayap burung dan sebagainya adalah haram. Untuk itu, menggambar
komik Sailormoon, Dragon Ball, Ninja Boy, Kunfu Boy, Samurai X, dan lain
sebagainya adalah perbuatan haram.
Sedangkan proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh
dari proses bukan “menggambar”, misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun
fotografi, printing dan lain sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan.
Sebab, fakta “menggambar dengan tangan secara langsung” dengan media
tangan, kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta
mencetak maupun fotografi. Oleh karena itu, mencetak maupun fotografi bukan tashwir, sehingga tidak
berlaku hukum tashwir.
Atas dasar itu stiker bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun
printing tidak terkena larangan hadits-hadits di atas.
Gambar Untuk Anak Kecil
Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk
anak kecil hukumnya adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat
patung untuk boneka dan mainan anak-anak.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata, “Aku
bermain-main dengan mainan yang berupa anak-anakan (boneka). Kadang-kadang
Rasulullah Saw mengunjungiku, sedangkan di sisiku terdapat anak-anak perempuan.
Apabila Rasulullah Saw dateng, mereka keluar dan bila beliau pergi mereka
datang lagi.
” [HR. Bukhari dan Abu
Dawud
].
Dari ‘Aisyah dituturkan bahwa, Rasulullah Saw datang
kepadanya sepulang beliau dari perang Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak
‘Aisyah terdapat tirai. Lalu bertiuplah angin yang menyingkap tirai itu,
sehingga terlihatlah mainan boneka anak-anakannya ‘Aisyah. Beliau berkata, “Apa
ini wahai ‘Aisyah?
” ‘Aisyah menjawab, “Ini adalah anak-anakanku
Beliau melihat diantara anak-anakanku itu sebuah kuda-kudaan kayu yang
mempunyai dua sayap. Beliau berkata, “Apakah ini yang aku lihat ada di
tengah-tengahnya?
” ‘Aisyah menjawab, “Kuda-kudaan.” Beliau
bertanya, “Apa yang ada pada kuda-kuda ini?” ‘Airyah menjawab, “Dua
sayap.
” Beliau berkata, “Kuda mempunyai dua sayap?” ‘Aisyah
berkata, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda yang
bersayap banyak?
” ‘Aisyah berkata, “Maka tertawalah Rasulullah Saw
sampai kelihatan gigi-gigi taring beliau.
” [HR. Abu Dawuddan Nasa’i].
Riwayat-riwayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa boneka
baik yang terbuat dari kayu maupun benda-benda yang lain boleh diperuntukkan
untuk anak-anak. Dari sini kita bisa memahami bahwa membuat boneka manusia,
maupun binatang yang diperuntukkan bagi anak-anak bukanlah sesuatu yang terlarang.
Demikian juga membuat gambar yang diperuntukkan bagi anak-anak juga bukan
sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Ibnu
Hazm
 berkata, “Diperbolehkan
bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain
mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak).
Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang
ada pada baju.
” (lihat Sayyid
Sabiq,
 Fiqh
Sunnah
). Wallahu
A’lam bi al-Shawab


D.   
Hukum
musik
HUKUM MUSIK DAN LAGU    

"Dan di antara manusia (ada)
yang mempergunakan lahwul hadits untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah
tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan."
(Luqman: 6)
Sebagian besar mufassir
berkomen-tar, yang dimaksud dengan lahwul hadits dalam ayat tersebut adalah
nyanyian. Hasan Al Basri berkata,ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu.
Allah berfirman kepada setan:
"Dan hasunglah siapa yang kamu
sanggupi di antara mereka dengan suaramu."
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam telah bersabda: "Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang
menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik."
(HR. Bukhari dan
Abu Daud)
Dengan kata lain, akan datang suatu
masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai
sutera asli, minum-minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu
adalah haram.
Adapun yang dimaksud dengan musik di
sini adalah segala sesuatu yang menghasilkan bunyi dan suara yang indah serta
menyenangkan. Seperti kecapi, gendang, rebana, seruling, serta berbagai alat
musik modern yang kini sangat banyak dan beragam. Bahkan termasuk di dalamnya
jaros (lonceng, bel, klentengan).
"Lonceng adalah nyanyian
setan
." (HR. Muslim)
Padahal di masa dahulu mereka hanya
mengalungkan klentengan pada leher binatang. Hadits di atas menun-jukkan betapa
dibencinya suara bel tersebut. Penggunaan lonceng juga ber-arti menyerupai
orang-orang nasrani, di mana lonceng bagi mereka merupakan suatu yang prinsip
dalam aktivitas gereja.
Nyanyian di masa kini:
Kebanyakan lagu dan musik pada saat
ini di adakan dalam berbagai pesta juga dalam tayangan televisi dan siaran
radio. Mayoritas lagu-lagunya berbicara tentang asmara, kecantikan, ketampanan
dan hal lain yang lebih banyak mengarah kepada problematika biologis, sehingga
membangkitkan nafsu birahi terutama bagi kawula muda dan remaja. Pada tingkat
selanjutnya membuat mereka lupa segala-galanya sehingga terjadilah kemaksiatan,
zina dan dekadensi moral lainnya.
Lagu dan musik pada saat ini tak
sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi dan salah satu lahan
untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan biduanita bisa
mem-bangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata keliling dunia, baik
sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta musik.
Tak diragukan lagi hura-hura musik
--baik dari dalam atau manca negara-- sangat merusak dan banyak menimbul-kan
bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah betapa setiap ada pesta kolosal
musik,selalu ada saja yang menjadi korban. Baik berupa mobil yang hancur,
kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik hingga korban meninggal dunia.
Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski dengan harga tiket yang
tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari akal apapun yang penting
bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat dinding atau merusak
barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik kolosal tersebut. Jika
pentas dimulai, seketika para penonton hanyut bersama alunan musik. Ada yang
menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena mabuk musik.
Para pemuda itu mencintai para
penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah Ta'ala yang
menciptakannya, ini adalah fitnah yang amat besar.
Semua nyanyian itu hampir sama,
bahkan hingga nyanyian-nyanyian yang bernafaskan Islam sekalipun tidak akan
lepas dari kemungkaran. Bahkan di antara sya'ir lagunya ada yang berbunyi:
"Dan besok akan dikatakan,
setiap nabi berada pada kedudukannya ... Ya Muhammad inilah Arsy, terimalah
..."
Bait terakhir dari sya'ir tersebut
adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan RasulNya, tidak sesuai dengan
kenyataan dan termasuk salah satu bentuk pengkultusan terhadap diri Rasul
Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hal semacam itu dilarang.
"Hai manusia sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman." (Yunus: 57)
Kiat Mengobati virus nyanyian dan
musik :
Di antara beberapa langkah yang
dianjurkan adalah:
Jauhilah dari mendengarnya baik dari
radio, televisi atau lainnya, apalagi jika berupa lagu-lagu yang tak sesuai
dengan nilai-nilai akhlak dan diiringi dengan musik.
Di antara lawan paling jitu untuk
menangkal ketergantungan kepada musik adalah dengan selalu mengingat Allah dan
membaca Al Qur'an, terutama surat Al Baqarah. Dalam hal ini Allah Ta'ala telah
berfirman:
"Sesungguhnya setan itu lari
dari rumah yang di dalamnya dibaca surat Al Baqarah."(
HR. Muslim)
"Hai manusia sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman."
(Yunus: 57)
Membaca sirah nabawiyah (riwayat
hidup Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam) , demikian pula sejarah hidup para
sahabat beliau.
Nyanyian yang diperbolehkan:
Ada beberapa nyanyian yang
diperbolehkan yaitu:
Menyanyi pada hari raya. Hal itu
berdasarkan hadits A'isyah: "Suatu ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi
Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya
wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata:
"...dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang
menyanyi."), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah
bersabda: "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum
memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini."

(HR. Bukhari)
Menyanyi dengan rebana ketika
berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas
kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Pembeda antara yang halal
dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat
pernikahan." (Hadits shahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini adalah
khusus untuk kaum wanita.
Nasyid Islami (nyanyian Islami tanpa
diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa lebih
membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat do'a. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyenandungkan sya'ir Ibnu Rawahah dan menyemangati
para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung:
"Ya Allah tiada kehidupan
kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."
Seketika kaum Muhajirin dan Anshar
menyambutnya dengan senandung lain:
"Kita telah membai'at Muhammad,
kita selamanya selalu dalam jihad."
Ketika menggali tanah bersama para
sahabatnya, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersenandung dengan sya'ir
Ibnu Rawahah yang lain:
"Demi Allah, jika bukan karena
Allah, tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak
pula mengerjakan shalat. Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan
langkah dan pendirian kami jika bertemu (musuh) Orang-orang musyrik telah
mendurhakai kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya."
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung "Kami menolaknya,
... kami menolaknya."

(Muttafaq 'Alaih)
Nyanyian yang mengandung pengesaan
Allah, kecintaan kepada Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan
menyebutkan sifat-sifat beliau yang terpuji; atau mengandung anjuran berjihad,
teguh pendirian dan memper-baiki akhlak; atau seruan kepada saling mencintai,
tomenolong di antara sesama; atau menyebutkan beberapa kebaikan Islam, berbagai
prinsipnya serta hal-hal lain yang bermanfaat buat masyarakat Islam, baik dalam
agama atau akhlak mereka.
Di antara berbagai alat musik yang
diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta
pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki sama sekali tidak
dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu 'Alahih Wasallam tidak
memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat beliau Radhiallahu 'Anhum
Ajma'in.
Orang-orang sufi memperbolehkan
rebana, bahkan mereka berpendapat bahwa menabuh rebana ketika dzikir hukumnya
sunnat, padahal ia adalah bid'ah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda:
"Jauhilah perkara-perkara yang
diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan adalah
bid'ah. dan setiap bid'ah adalah sesat."
(HR. Turmudzi, beliau berkata: hadits
hasan shahih).

Sumber
:
wahonot.wordpress.com/2012/03/13/hukum-sumpah-pocong/
www.konsultasi-islam.com



You Might Also Like

0 komentar

teman

QUOTE OF THE DAY

Jatuh untuk bangkit